Sore itu Hajjah Tati baru saja
sampai di muka rumahnya di sebuah perumahan di dareah Bekasi. Ia memang baru
sebulan ini tepilih menjadi dekan di fakultas sastra di Universitas Islam di
wilayah Bekasi itu, setelah sekitar 15 tahun pengabdiannya yang tak mengenal
lelah di Universitas tersebut. Hari itu ia merasa lelah sekali setelah dua hari
ini harus memimpin rapat panjang dan penuh perdebatan di kampus tempat ia
mengajar. Hajjah Tati harus memimpin sebuah rapat yang dilematis. Ia berjuang
sendirian mempertahankan keputusannya untuk mengeluarkan dua orang mahasiswa
yang minggu lalu tertangkap basah sedang memperkosa seorang mahasiswi juniornya
yang berjilbab, bersama dengan 2 orang lelaki lainnya di dalam area kampus.
Semua dosen laki-laki peserta rapat, juga ketua serta wakil pengurus Yayasan
pemilik Universitas tersebut, yang mana juga laki-laki, menginginkan Hajjah
Tati membatalkan keputusan yang diambilnya tiga hari yang lalu itu. Dalam rapat
panjang itu, Hajjah Tati bersikeras mempertahankan keputusannya. Ini
dilakukannya bukan tanpa kompromi, ia merasa sudah berkompromi untuk tidak
melaporkan kejadian itu kepada pihak yang berwajib, tetapi ia berkeras untuk
tetap mengeluarkan kedua mahasiswa bejat itu.
Yang menjadikan sulitnya keputusan
tersebut adalah Abdul, salah satu dari dua mahasiswa itu adalah keponakan dari
Bp. Harun, pengusaha kaya donatur utama dari Yayasan tempat bernaungnya
Universitas Islam tersebut. Sehingga pengurus Yayasan takut keputusan
mengeluarkan Abdul, pamannya jadi berang dan menyetop aliran dana ke Yayasan.
Selain itu pengurus Yayasan juga merasa sudah berkompromi, dengan menyediakan
uang tunai sebesar 200 juta kepada keluarga Nuraini serta menanggung semua
biaya rumah sakti Nuraini, mahasiswi tingkat satu yang manis dan berjilbab itu,
korban perkosaan “gang-bang” Abdul dan rekan2nya. Keluarga Nuraini adalah
keluarga yang kurang mampu, sehingga uang sejumlah itu akan sangat berarti
besar untuk mereka.
Tetapi sore itu, akhirnya Hajjah
Tati berhasil mengalahkan semua argument lawan-lawan debatnya yang semuanya
laki-laki itu dan tetap mempertahankan keputusannya mengeluarkan Abdul dan Santo
dari Universitas tersebut.
Tepat ketika sampai dimuka rumahnya,
supir bu Tati turun dan memencet bel di pintu pagar rumah bu Tati. Tiba-tiba
dua orang kekar, keturunan Arab memukul dengan keras Miskun, sang sopir, sampai
pingsan. Bu Tati menjerit histeris melihat adegan itu, belum sempat berpikir
panjang, tiba-tiba pintu mobilnya dibuka kedua lelaki kekar itu dan mereka menarik
paksa tubuh bu Tati, menggendongnya serta membawa masuk kedalam sebuah mobil
van hitam besar yang sudah mengintai sejak lama. Pintu langsung menutup dan
mobil tersebut melaju kencang keluar dari perumahan itu. Kemudian 2 pria kekar
tadi menutup kedua mata bu Hajjah Tati dengan kain sehingga ibu dekan nan
lembut itu tidak bias melihat dibawa kemana dirinya. Bu Tati berteriak minta
tolong, tapi Abdul langsung menampar wajah manis Bu Tati nan masih berhiaskan
jilbabnya dengan keras. Nafas Bu Tati langsung terhentak dan tubuhnya langsung
lemas tak berdaya.
Dalam keadaan mata tertutup ketat
oleh kain, tangan-tangan langsung merabai tubuh Bu Tati, meremas dan
membelai-belai teteknya. Ada yang merabai pahanya dan kemaluannya. Lalu mereka
mulai melucuti pakaian Bu Tati. Abdul menarik sepatunya, dan melucuti gamis
putih yang dipakainya. Santo menarik pakaian dalamnya yang tipis hingga robek
dan menyusupkan tangannya ke dalam bh Bu Tati. Sambil melihat Bu Tati yang
ketakutan dan gemetar Abdul berkata, “Bu Tati, ibu bakalan saya perkosa ramai-ramai
dua hari – dua malam!”
Bu Tati kaget setengah mati oleh
suara itu. Suara yang pernah didengarnya siang tadi di kampus. Ya, suara itu
adalah suara mahasiswa yang dikeluarkan oleh bu Tati, dekan fakultas sastra
Universitas Islam Bekasi. Setelah Mendengar itu Bu Tati berusaha sekali lagi
melepaskan diri. Tangannya menepiskan tangan Santo dari teteknya dan kakinya
menendang-nendang ke arah Abdul. Tapi Abdul berkelit dan langsung mengayunkan
tangannya ke muka Bu Tati dan menarik jilbabnya.
“Brengsek! Kalo ibu berani sekali
lagi nendang saya, saya bakal potong putting susu ibu, dan saya masukin kepalan
tangan saya ke lubang meme’ ibu! Ngerti?!”
Sambil membuka ikatan di mata bu
Tati, Abdul melanjutkan, “bu Tati Nurhayati, nah sekarang ibu tahu khan siapa
kami ini dan kenapa ibu bias sampe di sini?”
”Sekarang ibu akan merasakan
pembalasan kami, atas DO yang ibu lakukan atas kami. Ibu bakalan diperkosa sama
kita semua dan ibu nggak bakalan bisa nolak itu, ngerti? Jadi saya saranin, ibu
pasrah aja, dan berlaku baek-baek. barangkali nanti saya bebasin ibu! ibu nggak
bakalan dibunuh, cume saya sakitin aja sama saya perkosa. Tapi kalo ibu berani
ngelawan, saya nggak peduli lagi sama nyawa ibu!” sambil menjambak jilbab
lembut nan cantik milik Bu Tati, “Ibu ngerti brengsek?!”
Sambil menangis antara sakit dan
ketakutannya Bu Tati menjawab, “Y,y,ya… “
“Nah gitu dong!” balas Abdul sambil
melepaskan jilbab Bu Tati dari genggammannya.
Kemudian dengan gaya wartawan,
sambil merekam ibu Tati dgn kamera DV, Santo mulai mewawancarai ibu Dekan yang
cantik itu.
“Nama ibu siapa?”
Pertama-tama bu Tati diam membisu
mendengar pertanyaan bodoh itu. Plak, sebuah tamparan keras mendarat di pipi bu
Tati.
“Ayo jawab, siapa nama lengkap
ibu!!!” bentak Santo.
Masih gemetar dan lirih Bu Tati
berkata “Tati Nurjannah.”
“Nama ibu bagus juga, umur ibu
berapa sih?”
“52 tahun.”
Membayangkan tidur dengan bu Dekan
yang sehari-harinya mengenakan jilbab dan pakaian santun itu, Abdul makin
bernafsu. “Ibu udah pernah tidur sama laki-laki selain suami ibu?”
“Be..be..belum pernah.”
“Nah, kalo begitu ibu beruntung hari
ini Bu Tati, sebab saya sama temen-temen saya bakalan bikin ibu jadi akhwat
sejati. Kita semua bakal nidurin ibu, dan ibu bakalan suka kan Tati?!”
“Jangan, jangan sakiti saya, maafkan
saya. Saya minta ampun!”
“Tapi Bu Tati saya bakalan bikin ibu
sakit kalo kita pengen doang lho! Nah, bilang sama saya sekarang apa suami ibu
pernah masukin kontolnya ke anus ibu? Atau mulut ibu?”
“Tidak, tidak, jangan. Lepaskan saya
! Saya nggak bakal bilang sama siapa-siapa.”
Sambil menarik jilbab Bu Tati lagi,
Abdul berkata, “Ibu nggak bakal pergi kemana-mana. Tenang aja sayang, ibu
bakalan puas sama kita semua. Nah sekarang siap-siap, kita muali
sekarang!”
Sambil mendorong Bu Tati sambil
terjengkang, Abdul melihat Santo sudah telanjang bulat. Sementara Sitompul di
depan seringkali menoleh ke belakang melihat Bu Tati setengah telanjang
terbaring di lantai van.
Sambil menarik jilbab Bu Tati agar
berdiri, Abdul berkata “Sekarang lepasin BH sama celana dalem ibu!
Cepet!”
Bu Tati hanya gemetar sambil
menangis berkata “Jangan, jangan paksa saya. Saya bisa ngasih uang. Tapi jangan
perk…”
Tanpa sempat menyelesaikan
omongannya, tangan Abdul sudah menghajar muka Bu Tati sampai pipinya memerah
dan hidungnya mengeluarkan sedikit darah. Sambil mengeluarkan pisau lipat Abdul
mendekati Bu Tati “Ibu nggak ngerti juga rupanya hah?! saya suruh ibu telanjang
! saya nggak butuh duit ibu! saya cuma butuh badan ibu! Dasar dekan tolol! Terpaksa
saya sendiri yang musti ngerjain. Santo loe pegang dia!”
Dari belakang Santo, melipat tangan
Bu Tati ke belakang dan memegang erat-erat. Bu Tati mengerang kesakitan, dan
dia tidak bisa bergerak karena genggaman Santo begitu kuat. Sementara dari depan
Abdul mendekat sambil mengacungkan pisau lipatnya. Bu Tati dapat merasakan
perut dan kontol mahasiswanya yang keras di punggung dan pantatnya.
“Bu Tati, saya nggak bakal motong
badan ibu sekarang, tapi laen kali ibu lebih baek nurutin apa yang saya suruh!”
Setelah itu pisau lipatnya memotong
tali BH dan Abdul menariknya lepas dan melemparkannya ke lantai. Lalu tangannya
kirinya meremas tetek Bu Tati keras-keras tanpa peduli Bu Tati yang berteriak
kesakitan.
Sambil tersenyum pada Santo, ia
berkata,”Hmmmm, oke! Empuk dan kenyal! Coba saya tahu dari dulu kalo kita punya
ibu Dekan yang montok ini. Mungkin udah gue perkosa dari dulu deh. ” Lalu
dijilatinya tetek Bu Tati, berputar-putar sampai ke putting susunya. Terakhir
digigitnya putting tetek montok hajjah Tati dengan gemasnya.
“Aiihhh sakiiitt, eihh.. jangan..”
rintih hajjah Tati.
“Sayangnya bu Tati selalu pake
jilbab & baju panjang sih kalo ke kampus. Jadi nggak kelihatan kemolekan
badannya” timpal Sitompul.
Lalu digigitnya lagi putting susu
yang coklat muda itu keras-keras. Ketika dilihatnya tubuh Bu Tati mengejang
kesakitan, Abdul tertawa puas, “Nyam, nyam, enak banget. Oke deh, biar kita
rasain semuanya sekalian. Eh temen-temen, gue ada ide nih. Gimana kalo, sehabis
kita kerjain semaleman, besok subuh-subuh kita iket bu Tati di lapangan,
telanjang bullet, tapi masih pake jilbab. Sebelumnya kita cukur dulu semua
jembutnya biar keliatan jelas memeknya.”
“Hua..ha..ha.. boleh juga tuh ide
loe. Tapi iketnya harus pake borgol, supaya susah dan lama buat nolong
ngelepasin”
”Iya sih, tapi khan badannya bias
ditutupin dulu sama kain. Mendingan jangan di lapangan. Kita iket dia pake
borgol, lalu kita gantung dia di dalem rumah kaca pohon hias di loby kampus FS.
Kita ganti gembok rumah kaca itu pake gembok kita. Jadi orang selain nggak bias
ngelepasin iketannya, juga nggak bias nutupin badan telanjang bu Tati
ini”.
Selama perjalanan, badan syemog nan
putih mulus dan setengah telanjang itu habis digerayangi tangan-tangan keras
nan perkasa. Daging-daging putih halus namun ranum dan montok segar itu
dielusi, dibelai-belai, diremas-remas serta tak henti-hentinya dicubiti.
Kemudian Van itu berhenti di depan rumah besar. Dari luar tidak ada tanda-tanda
rumah itu berpenghuni, tapi Abdul tetap menghentikan van itu didepan pintu
rumah itu.
“Gue mau ngenalin dia ke Koh Ayung
nih, siapa tau tertarik!” jawab Abdul sambil mengangguk ke Bu Tati.
“Oke!”
Abdul lalu mendekati Bu Tati yang
masih terbaring sambil terengah-engah menangis dan lelah karena dikerjai selama
perjalanan tadi. “Halo sayang, mari saya bantu ibu berdiri. Nih pake celana
dalem ibu. Nggak baek kalo ibu keluar telanjang begini. Nih saya kasih ibu kaos
putih. Tapi sorry, mungkin agak kesempitan buat bodi ibu yang montok ini. BH
ibu udah robek, jadi nggak bisa dipake lagi.”
Lega dengan kata-kata Abdul yang
lembut, Bu Tati menyangka mereka sudah puas menyiksanya dan akan
membebaskannya. Ia lalu berdiri dan memakai celana dalamnya. Sementara Abdul,
melihat darah kering yang menempel di bawah hidung Bu Tati. Ia lalu mengambil
sobekan BH Bu Tati membasahinya dengan ludah dan membersihkan darah kering
tersebut dari hidung Bu Tati yang putih mulus. Ketika Bu Tati membungkuk untuk
memakai celana dalamnya, Abdul melihat tetek Bu Tati yang menggantung, betis
dan paha mulusnya yg berbentuk “bunting padi” dan pantat yang bulat penuh,
Abdul hampir tidak kuat menahan nafsunya. Mulai dari saat itu Abdul bertekad
untuk tidak akan membebaskan Bu Tati. Ia terlalu berharga buat mereka, mereka
akan menikmati lagi tubuh Bu Tati berulang-ulang buat sementara waktu.
Kecantikan Bu Tati terlalu banyak buat disimpan oleh suami bu Tati sendiri
pikir Abdul. Setelah memakai celana dalamnya, Bu Tati lalu memakai kaos putih
pemberian Santo tadi.Setelah terpasang, ternyata Santo benar, kaos itu sangat
pendek dan kecil, tapi terbuat dari kaos yang sangat elastis, jadi muat juga dipakaikan
ke tubuh semok itu.
Lucunya di bagian depan kaos itu
tertulis kata-kata “TETEK SAYA 36 D, MAU COBA?”
Sedangkan di bagian belakang kaos
“PALING SUKA DEH SAMA KONTOL GEDE” dan ada gambar kontol lelaki yg besar dan
gempal di atas tulisa itu.
Dan ketika Bu Tati meraih gamisnya
yang ada di lantai Abdul berkata memerintahkan Bu Tati untuk langsung memakai
sepatunya saja. Tanpa perlu mengenakan gamis. Terkejut dan masih yakin kalau
mereka akan melepaskan mereka Bu Tati langsung membantah. “Tapi, saya kan mau
pulang masa nggak boleh pake baju?”
Abdul langsung marah dan menghajar
perut Bu Tati keras-keras. Bu Tati langsung terbungkuk dan megap-megap
kesakitan.
“Brengsek ibu! saya cuma suruh ibu
pake celana dalem, kaos, jilbab sama sepatu ibu. Cuma itu goblok!” teriak Abdul
sambil menarik jilbab Bu Tati agar tegak kembali, dan mendorong tubuh Bu Tati
hingga punggungnya menempel ke dinding van.
Sambil meremas-remas tetek Bu Tati
yang tertutup oleh t-shirtnya Abdul menlanjutkan, “Dengerin goblok! ibu lebaih
baek lebih perhatian kalo saya lagi ngomong! ibu bukan di kampus sekarang, jadi
ibu lebih baek nurutin apa yang saya perintah! Dan yang saya nyuruh langsung
pake sepatu ibu! Daster ibu nggak usah dipake!”
Dan sambil menarik rambut Bu Tati
lebih keras lagi, “Dan ibu lebih baek brenti nangis! Kalo nggak, saya bakal
bikin ibu nangis betulan dan keras banget! ibu mau puting susu ibu saya tindik,
biar ibu tau sakitnya gimana? Gimana? ibu ngerti atau saya musti hajar ibu
lagi?”’
Dengan tubuh gemetar Bu Tati
pelan-pelan memakai sepatunya. Setelah itu Abdul menyuruh Bu Tati berdiri
dihadapannya.
Dengan t-shirt porno berwarna putih
yang yang panjangnya hanya sampai di atas pusarnya, celana dalam, sepatu dan
tetek yang membayang, membuat Bu Tati semakin seksi dan cantik. Membuat mereka
bertiga langsung bergairah lagi.
Tapi Abdul langsung menarik tangan
Bu Tati dan menariknya turun dari van dan masuk ke halaman rumah besar tadi.
Sementara Sitompul langsung memutar van dan memacunya ke tengah kota. Ketika
sampai ke depan pintu masuk Abdul langsung membuka pintu dan mendorong Bu Tati
masuk. Mereka masuk ke sebuah ruangan di tengah rumah itu.
“Hei! Abdul! Gila loe, lama amat loe
nggak mampir, saya kira loe udah mati aja waktu kerusuhan kemaren!”
Seorang laki-laki gemuk berumur
50-an menyapa Abdul dari balik meja kerja yang besar di tengah ruangan.
Melihat Bu Tati yang ada di samping
Abdul, laki-laki itu menajdi ingin tahu, “Siapa nih ibu? Koq tumben nyari perek
yang udah ibu-ibu gini?”
“Halo boss Ayung! Wah makin makmur
aja tuh perut!” kata Abdul sambil menarik Bu Tati mendekati orang itu. “Ibu ini
bukan perek Koh Ayung!! Namanya Bu Tati, dekan di kampus gue, FS UIB. Jadi bukan
perek sembarangan Koh Ayung. Orang tiap hari ke kampus aja pake jilbab terus.
Lagian bu Tati ini dari keluarga baek-baek Koh Ayung.”
“Buju busyet… apa loe udah gila
Abdul?? Loe mau masuk penjara kali yah? Dekan sendiri loe kerjain??”
“Jangan takut Koh Ayung, gue bakal
abisin dia tanpa ninggalin jejak. Gue dendam banget nih sama dia, gara-gara die
yang paling getol bikin gue DO tadi 3 hari yang lalu waktu gue diadili. Masak
gara-gara gue perkosa mahasiswi berjilbab aja gue di-DO. Rese nggak sih”
“Ah loe olang benel-benel gile
Abdul. Ehm…tapi boleh juga nih bu Dekan. Montok & putih banget
Man….!”
Sambil menoleh ke Bu Tati, Abdul
melanjutkan, “Bu Tati sayang, ini Koh Ayung. Boss gue yang turunan Cina.
Hobbynya juga sama, memperkosa gadis-gadis yang lokal yang soleha apalagi yang
berjilbab. Tapi malem ini die dapet kesempatan lihat ibu soleha yang berjilbab
telanjang bullet. He..he.. Kasih salam dong sayang….!”
“Malam.” kata Bu Tati lirih sambil
menunduk. Dirinya merasa malu sekali berdiri di depan dua orang pria dengan
hanya memakai celana dalam dan t-shirt.
”HEH yang bener donk kalo kasih
salam, gimana kalo ngassih salam di kampus??”
”Assalaamualaikum ….” Lemah sekali
bu Tati menyapa sambil mematung malu sekali
“Ya..Iya… Wa’alaikum salam” jawab
lelaki yang dipanggil Koh Ayung tadi.
Lalu Abdul melanjutkan “Bu Tati,
coba ibu lepasin kaos sama celana dalem ibu. Biar saya bisa yakinin temen saya
ini!”
Dengan gemetar Bu Tati melepaskan
kaosnya dan menarik turun celana dalamnya. Sedangkan jilbab lebar serta
sepatunya masih tetap dikenakan, kata Abdul itu membuat dirinya lebih
seksi.
Koh Ayung bersiul ketika melihat
tubuh Bu Tati yang halus mulus dan bugil di depan matanya. Kontolnya langsung
tegang.
“Gila! Cakep banget! Liat Abdul,
teteknya padet banget. Cocok sama selera saya! Loe emang pinter milih barang
Abdul!” kata Koh Ayung sambil bangkit dan berjalan mendekati Bu Tati.
Bu Tati berusaha tetap tegak
sekalipun ia tidak ingin Koh Ayung menyentuh dirinya, tetapi ia lebih takut
dengan ancaman Abdul tadi. Sedangkan dalam rumah itu sudah tidak ada lagi kemungkinan
untuk lari.
Sambil menjilat bibirnya Koh Ayung
berhenti di hadapan Bu Tati. Disibakkannya bagian depan jilbab lebar bu Tati ke
atas bahu bu Dekan itu. Lalu tangannya ditangkupkan di tetek Bu Tati, sambil
meremasnya dengan lembuuuut..sekali. Merasakan kehalusan dan kepadatan tetek Bu
Tati. Kemudian dengan telunjuknya disentuhnya puting susu sebelah kiri bu Tati,
ke kiri dan ke kanan, ke atas dank ke bawah. Dua kali berturut-turut. Hanya itu
saja.
“Berapa umur ibu?” Tanya Koh Ayung
mencoba gaya sopan dan berwibawa.
“52 tahun.”
“Wah, udah masuk tengah baya ya!
Tapi masih begini bagus. Bodi ibu oke banget dan kulit ibu bersih banget!” kata
Koh Ayung. “Coba ibu berputar deh!”
Perlahan Bu Tati berputar
membelakangi Koh Ayung. Dan dirasakanya tangan Koh Ayung sekarang ada di
pantatnya membelai dan meraba-raba. Bu Tati mau menangis sekeras-kerasnya.
Belum pernah ia dipermalukan seperti ini. Sebagai seorang ibu hajjah yang taat
dan saleh, ia harus berdiri telanjang bulat dengan hanya mengenakan jilbab
lebarnya serta sepatu berhak tinggi, di depan dua lelaki yang bukan suaminya
dan bukan muhrimnya. Dan lagi kedua lelaki itu masih berpakaian lengkap
sedangkan dirinya dibiarkan telanjang bulat dengan pantat diraba-rabai,
dibelai-belai dan dikuakkan pertemuan buah pantat yang bulat montok mengundang
itu.
Kemudian sambil menyibakkan jilbab
lebar di dada Bu Tati, Koh Ayung menghirup putting susu Bu Tati dengan
hidungnya sepintas. Sambil melakukan itu tangan Koh Ayung berpindah ke memek Bu
Tati diraba-rabanya memek Bu Tati sambil berkata, “Jadi ibu dekannya Abdul di
FS IUB? Ngomong-ngomong ibu punya putra berapa?” Koh Ayung tetap sok
berwibawa.
“Dua” jawab bu Tati terpaksa.
Sedangkan Abdul masih merekam kejadian itu dengan kamera DV-nya.
Selajutnya yang terjadi adalah, Koh
Ayung terus menanyai bu Tati tanpa atau dengan hanya sedikit saja menyentuh,
meraba dan mengelus bagian-bagian tertentu dari tubuh telanjang yang suci itu.
Bu Tati tersiksa sekali dengan perlakuan yang sok lembut & berwibawa itu,
ia merasa dipermalukan sejadi-jadinya. Bu Tati pikir, lebih baik dia dibunuh
saja sekalian dari pada dipermalukan seperti itu. Apalagi pertanyaan-pertanyaan
Koh Ayung merupakan pertanyaan-pertanyaan tentang pribadi & keluarganya.
Tapi di bawah ancaman Abdul, terpaksa juga dia jawab dengan jujur. Koh Ayung
lalu menanyakan :
“Kata ibu sekarang umur ibu 52, apa
ibu udah menopause?” sambil tangan kanan Koh Ayung membelai cepat gundukan
daging di pertemuan kedua pahanya dari arah depan. Cepat sekali ia membelai
selangkangan suci milik hajjah nan taat itu. Merasa tidak puas, diulanginya
lagi belaian itu, dengan sedikit menekan di bagian belahan aurat kemaluan Hj.
Tatik, sambil berkata
“Eh aurat kemaluan ibu lembut banget
yah? Ngomong-ngomong ibu gak malu ya telanjang bulat kayak gini?”
“Maluu… pak. Tolong jangan
permalukan saya seperti ini…” Plak.. satu tamparan keras mendarat di wajah
manis hajjah nan elok lembut keibuan ini.
”Pernah nggak ibu selingkuh, maksud
saya pernah nggak ibu sanggama sama lelaki selain suami ibu? Maaf ya bu, saya
tahu ibu pake jilbab dan udah hajjah lagi, tapi khan mungkin ibu pernah tidur
sama lelaki lain, apa sama pak Bambang Rektor UIB itu mungkin?” dengan suara
Koh Ayung yang lembut sekali, tapi menyakitkan hati bu Tati.
”Tidak… “
Lalu sambil menangkupkan telapak
tangan kanannya di susu kiri bu Tati sambil meremas lembut susu montok itu, Koh
Ayung melanjutkan interviewnya
”Atau mungkin sama si Miskun, sopir
ibu? Nggak juga? Ehm… gimana kalo sama pak Broto, dosen sastra Arab yang
tinggal punya satu kaki itu… Saya denger dia punya kontol gede lho bu, coba deh
ibu inget-inget lagi, pernah nggak ibu ke hotel nginep berdua pak Broto.
Mungkin bu Tati lupa kalo ibu pernah sanggama sama pak Broto…?”
“Tapi tenang aja sayang, dengan saya
ibu nggak bakalan disakiti. ibu bakalan merasakan bagaimana menjadi akhwat
sejati!”
Sambil memutar kembali tubuh Bu
Tati, Koh Ayung melanjutkan, “Tapi sebelon itu saya mau ngambil foto-foto ibu
dulu! Abdul tolong ambilin kamera saya di laci! Eh, sekalian sama
vibratornya!”
Abdul kembali sambil membawa kamera
polaroid dan vibrator, dan meletakannya di tangan Koh Ayung. Sementara itu, Koh
Ayung mulai melepaskan seluruh pakaiannya. Bu Tati tidak bisa melepaskan pandangannya
ketika Koh Ayung sedang melepaskan pakaiannya satu persatu. Ia melihat
otot-otot di kaki dan tangan Koh Ayung. Walaupun badannya gemuk dan berotot.
Kontolnya mengacung tegang dan besar, walaupun tidak sebesar milik Sitompul.
Setelah telanjang bulat Koh Ayung mengambil kamera dan mulai memotret Bu Tati.
Lima pose pertama Bu Tati berpose dengan tangan menutupi tetek dan memeknya.
Koh Ayung membiarkan bu Tati menutupi aurat-aurat keakhwatanya itu. Koh Ayung
pikir toh 1 roll film berisi 36, masih banyak sisanya. Setelah itu dibawah
ancaman Abdul, bu Tati berdiri tegak dengan tangan disamping. Pose ini diambil
Koh Ayung dari berbagai sudut. Lucu sekali bu hajjah Tati yang telanjang dan
masih mengenakan jilbabnya itu, berdiri kaku dengan tangan disamping. Persis
seperti anak madrasah yang berjilbab sedang berdiri upacara sekolah, bedanya
selain jilbab yang tetap terpasang di kepala, bu Tati ini polos tanpa sehelai
benangpun
Kemudian Koh Ayung mulai
memerintahkan Bu Tati untuk berpose lebih menantang. Diantaranya, jilbabnya
dilepas, lalu bu Tati diperintah untuk menyibakan rambutnya sambil tersenyum.
Tiga pose pertama senyumnya kaku sekali dan terlihat dipaksakan. Tapi setelah
diancam gunting tepat di atas putting susunya, bu Tati berusaha keras
memberikan senyuman manis. Usahanya tak sia-sia, Koh Ayung mendapatkan beberapa
senyum manis manja bu Hajjah Tati, dengan tangan kanan menyibakkan rambut dan
tetek serta memeknya terpampang jelas. Lainnya, dengan satu tangan di memek,
sementara tangan yang lain meremas teteknya, Bu Tati menunduk sambil menjilati
teteknya sendiri.
Sambil terus mengganti film yang
habis, Koh Ayung terus memotret Bu Tati dari segala sudut. Kemudian Bu Tati
diperintahkan untuk berdiri kemudian membungkuk kedepan, dan kedua tangannya
membuka belahan pantatnya. Koh Ayung lalu memotret anusnya close up. Setelah
itu Bu Tati berdiri sambil membuka kakinya, sehingga Koh Ayung bisa membuat
foto close-up memeknya. Bu Tati melihat Abdul juga sudah telanjang bulat dan
sedang menggosok-gosok kontolnya sambil melihat foto-foto Bu Tati. Lalu Koh
Ayung menyuruh Bu Tati memasukan jarinya ke dalam memeknya dan mulai
menggerakannya keluar masuk. Kali ini Koh Ayung sudah selesai dengan fotonya,
tapi merekan dengan kamera DV milik Abdul. Setelah 3 menit melakukan itu, Koh
Ayung melihat jari Bu Tati mulai basah oleh lendir yang keluar dari memeknya.
Melihat itu Koh Ayung menyuruh Bu Tati berhenti dan berdiri. Koh Ayung kemudian
mengambil vibrator dan menyerahkan pada Bu Tati, sambil menyuruhkan agar
mengulum dan menjilatinya. Bu Tati yang belum pernah melihat vibrator bingung
mendengar perintah Koh Ayung. Melihat itu Koh Ayung melanjutkan, “Ibu anggep
itu es krim! ibu jilatin, ibu masukin ke mulut ibu kayak ibu waktu makan es
krim!” Koh Ayung kemudian menyalakan vibrator itu dengan kecepatan yang paling
tinggi.
“Nah Bu Tati coba ibu berdiri di
tengah dan mulai menjilati sama mengulum vibrator itu.”
Bu Tati berjalan ke tengah ruangan,
dan berharap semoga dengan menuruti perintah Koh Ayung, ia akan dibebaskan segera
dan tidak disiksa lagi oleh Abdul. Di tengah ruangan Bu Tati mulai menjilati
vibrator yang bergetar-getar, dan kemudian memasukannya ke mulutnya. Sementara
memegang vibrator dengan satu tangan, Koh Ayung menyuruh Bu Tati agar
meraba-raba memeknya dengan tangan yang lainnya. Koh Ayung pun mulai merekam Bu
Tati yang sedang beraksi itu. Setelah itu Koh Ayung menyuruh agar Bu Tati
memasukan vibrator itu ke dalam memeknya. Ketika vibrator itu menyentuh
memeknya, Bu Tati terkejut dengan getaran vibrator itu di bibir memeknya.
Sambil perlahan memasukan vibrator itu ke memeknya, Bu Tati tidak dapat
berpura-pura untuk tidak menikmati rasa yang ditimbulkan oleh getaran vibrator
itu. Bu Tati merasakan kenikmatan yang makin memuncak, dan sekarang ia mulai
mengerang nikmat. Melihat Bu Tati yang mulai terangsang Koh Ayung menyuruh Bu
Tati agar berlutut sambil terus menggerakan vibrator itu keluar masuk.
“Coba ibu kulum punya saya !”
Sudah dikuasai oleh rangsangan dari
vibrator dan memeknya, Bu Tati langsung mengulum kontol Koh Ayung dan merasakan
rasa asin dari kontol Koh Ayung yang sedikit mengeluarkan cairan. Setelah
beberapa saat, Koh Ayung meraih rambut Bu Tati dan mendorong kepala Bu Tati ke
depan sehinggan seluruh kontolnya masuk ke dalam mulut dan tenggorokan Bu Tati.
Bu Tati langsung panik, karena ia tidak dapat bernafas. Tangannya
mendorong-dorong pinggang Koh Ayung, tapi tangan Koh Ayung terlalu kuat menahan
kepalanya. Bu Tati tersengal-sengal, wajahnya memucat. Koh Ayung langsung
melepaskan kepala Bu Tati sehingga Bu Tati bisa bernafas kembali. Bu Tati
langsung tersungkur sambil terbatuk-batuk berusaha menghirup udara
sebanyak-banyaknya. Lalu Koh Ayung mengambil kembali jilbab bu Tati yang tadi
dicopotnya. Dikenakannya kembali jilbab merah bermotif bunga itu di kepala bu
Tati dengan perlahan. Lembut sekali perlakuan Koh Ayung ketika ia mengenakan
jilbab cantik nan halus itu di kepala akhwat tengah baya nan santun itu.
Setelah selesai terpasang rapi, kemudian dibelai-belainya kepala nan terbungkus
jilbab cantik itu dengan penuh kasih sayang dan terakhir diciumnya kepala
berjilbab santun itu, harum sekali rasanya. Ada tersirat rasa sayang terhadap
akhwat lembut nan santun itu, ingin rasanya ia nikahi Hj. Tati di kemudian
hari. Ingin ia memberikan keturunan kepada ibu hajjah nan manis dan lembut itu.
Kemudian dengan lembut dan penuh perhatian serta kasih sayang, Koh Ayung
berkata:
“Ibu emang penurut Bu Tati. Nah,
kalo ibu udah lega coba ibu berdiri lalu puterin ruangan ini, tapi AWAS jangan
copot tuh vibrator. Terus ibu berbaring di atas meja ini!” Koh Ayung berkata
sambil menunggu Bu Tati di sebelah meja besar tadi.
Bu Tati berusaha berdiri, sambil
merapatkan kakinya agar vibrator yang masih bergetar di aurat kelaminnya itu
tidak lepas. Kemudian dengan tertatih-tatih berjalan mengitari ruangan. Setiap
kali kakinya melangkah, Bu Tati merasa rangsangan yang datang menyerang
bertambah tinggi. Lucu sekali cara berjalan bu Hajjah Tati itu. Dengan kepala
terbungkus jilbab lebar nan indah itu, sepasang paha putih yang lencir itu
dijaga rapat-rapat agar vibrator itu tidak lepas dari liang peranakannya, kedua
betis bening dan kecil itu hanya bisa bergerak sedikit-sedikit untuk dapat
berjalan, membuat dua bongkahan pantat putih dan bulat montok itu megal-megol
ke kiri dan ke kanan, persis seperti saat ia mengenakan kebaya ketat, bedanya
kali ini ibu Hajjah telanjang bulat. Kedua tangannya diangkat dan dilipatkan di
atas kepala, membuat kedua bongkahan daging di dada mulus itu bergantung
bersahaja seakan-akan menanti tangan-tangan lelaki untuk menjawilnya. Tetek
putih yang berisi air susu yang bergizi dan lezat itu melambai kekiri dan ke
kanan dengan lembut manja. Tidak tahan, Koh Ayung menghampirinya. Ia merangkul
pinggul bu Tati, sambil membimbing bu Tati mengelilingi ruangan besar itu, dua
kali putaran lagi. Sesekali tangan kanan Koh Ayung menepuk lembut bongkahan
daging putih di pantat Hj. Tati, sesekali pula ditangkupkannya tangan kanannya
di antara buah pantat putih montok itu, sambil jari tengahnya mengelus-elus
selangkangan hajjah Tati nan suci itu. Tiga kali sudah ruangan besar itu
dikelilingin Hj. Tati. Kemudian setelah sampai di meja, Bu Tati berusaha naik
ke atasnya sambil terus merapatkan kedua kakinya sambil kadang mengerang.
“Dia hebat banget Abdul! saya udah nggak
sabar nih pengen nidurin dia!” Koh Ayung berbisik pada Abdul.
“Gue tau Koh Ayung, gimana kalo lu
tidurin dia, tapi loe dorong sampe kepalanya ngegantung di pinggir meja biar
bisa saya masukin punya saya di mulutnya?” kata Abdul sambil terus mengocok kontolnya.
“Sabar Abdul, saya tau loe udah
nggak sabar. Tapi saya pengen ngajarin dia rasanya orgasme itu gimana. Biar dia
nikmatin dulu orgasmenya yang pertama. Kalo udah nanti di sikat di
bareng-bareng! Kita perkosa, kita siksa sampai dia nangis dan jerit-jerit
minta-mita ampun. Kalo perlu kita pecutin teteknya, abis montok banget sih.
Sabar dulu Abdul!” jawab Koh Ayung.
Bu Tati sekarang sudah terlentang
diatas meja. Tangannya terus menggerakan vibrator itu keluar masuk.
Koh Ayung mendekatinya dan berkata,
“Gimana rasanya? ibu kepengen kan saya tidurin? ibu pengen kontol gua
kan?”
Pinggul Bu Tati terangkat ke atas,
sambil mengerang, “Iya, saya pengen! Pengen!”
Koh Ayung naik ke atas meja,
ditepisnya tangan Bu Tati dari vibrator dan dicabutnya vibrator itu dari memek
Bu Tati. Lalu ditempelkannya ujung vibrator tadi pada clitoris Bu Tati. Bu Tati
makin mengerang-ngerang nikmat, badannya mengejang dan menggelinjang.
“Ibu suka kan?” tanya Koh Ayung
sambil melihat muka Bu Tati yang memerah.
“Ehm…ehm…” bu Tati mengeleng-geleng.
Tapi Koh Ayung tahu jawaban sebenarnya. Bu Tati sudah mulai terangsang.
Koh Ayung lalu menempelkan ujung
kontolnya ke bibir memek Bu Tati, “Apa ibu mau papi tidurin ibu ?”
“Eiih… …” kembali bu Tati
mengeleng.
“Ibu musti panggil saya papi dulu!
Baru saya masukin”
“Papi….!” Tanpa sadar bu Tati
memanggil Koh Ayung dengan sebutan papi. Lalu cepat-cepat dikoreksinya
“Nggak..nggakk.”
Sambil tersenyum Koh Ayung berkata
lagi, “Coba ibu bilang ibu butuh banget kontol saya! ibu udah nggak tahan
pengen kontol saya!”
Dengan erangan yang makin keras
karena getaran vibrator pada clitorisnya Bu Tati hanya mampu berteriak,
“Papi…………!
Koh Ayung lalu menjatuhkan vibrator
tadi dan langsung memajukan pinggulnya. Memek Bu Tati yang sudah basah tanpa
kesulitan dimasuki seluruh kontol Koh Ayung. Tetstis Koh Ayung mengayun-ayun
menampar bagian bawah memek Bu Tati, sementara Bu Tati megap-megap dengan
dorongan keras Koh Ayung. Bu Tati belum pernah merasakan saat seperti ini,
setiap bagian tubuhnya serasa sangat sensitif terhadap rangsangan. Teteknya
terangsang saat ditindih oleh dada Koh Ayung. Ada kebingungan yang tak terjawab
di dasar hatinya. Di satu sisi ia merasa terangsang dan menikmati gesekan
kemaluan Koh Ayung yang belum disunat itu, di sisi lain ia sebenarnya masih
sadar bahwa ia sedang disanggama oleh lelaki yang bukan suaminya. Bahwa tubuh
suci yang belum pernah terjamah lelaki lain itu, sedang dicicipi oleh pria Cina
yang belum disunat itu. Bahwa dua anak manusia itu tengah menyatukan badannya
menjadi satu daging, menyatu dagingnya, menyatu cairan-cairannya, menyatu alat
kelaminnya serta menyatu jiwanya.
Bu Tati hanya merasa nikmat di
memeknya yang terisi penuh ketat melesak padat oleh kontol, Bu Tati hanya
berusaha menikmati seluruh rasa nikmat yang dirasakan tubuhnya. Tanpa sadar Bu
Tati berusaha menggerakan pinggulnya mengikuti irama gerakan Koh Ayung. Koh
Ayung melihat Bu Tati mengerang, merintih, mengejang setiap kali ia bergerak.
Dan Bu Tati sudah mulai mengikuti gerakannya. Lalu Koh Ayung merasakan tangan
Bu Tati merangkul punggungnya dan menariknya agar semakin rapat pada tubuh Bu
Tati. Koh Ayung terus mengosok-gosokan kontolnya dengan clitoris Bu Tati
sementara, Koh Ayung sendiri menahan orgasmenya. Semakin keras gerakan Koh
Ayung, makin tidak sabar Koh Ayung buat menyakitin Bu Tati, tapi Koh Ayung
sekarang ingin membuat Bu Tati orgasme terlebih dahulu. Bu Tati semakin
terangsang, sekarang wajahnya terbenam di dada Koh Ayung, memeknya
berkontraksi, berusaha menahan rasa nikmat yang tidak dapat terlukiskan.
Akhirnya Bu Tati tidak kuat menahan dorongan orgasme, punggungnya melengkung,
matanya terbelalak, seiring dengan meledaknya orgasme di memeknya. Orgasme
pertama dari Bu Tati.
“Paphiiiiiiiii, aduuuuuuh, papiiii.
Aaaaaaaaaaaaah. Aduuuuuuuhh, paphiiiiiii”
Koh Ayung tersenyum melihat tubuh Bu
Tati terguncang-guncang karena orgasme selama 15 detik tanpa henti. Koh Ayung
pun terus menggerakan kontolnya menggosok clitoris Bu Tati. Setelah orgasmenya
selesai, tubuh Bu Tati langsung terkulai tak berdaya. Koh Ayung mengedipkan
mata pada Abdul dan memberi tanda agar Abdul mendekati meja.
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusLanjutin lagi gan ceritanya
BalasHapus